Kolaborasi Kemdiktisaintek, KLH, dan PT Perkuat Penanganan Bencana Berbasis Sains dan Teknologi

Selasa kemarin (23/12), Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Prof. Brian Yuliarto memberi dukungan penuh dan serius, dibuktikan dengan langkah cepat tanggap darurat bencana dalam penanganan korban bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara dan Sumbar. Tentu dengan pendekatan berbasis sains dan teknologi, sebagaimana tupoksinya.

Pernyataan Mendiktisaintek tersebut disampaikan langsung dalam pertemuan bersama Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, di kantor Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Karena penanganan bencana berskala besar ini sebut Prof Brian, membutuhkan keterlibatan pakar lintas disiplin dari perguruan tinggi. Disini kita perlukan dan akan buktikan peran dosen dan guru besar dari berbagai bidang keilmuan, seperti kehutanan, lingkungan hidup, hidrobiologi, sipil, tata ruang, dan bidang terkait lainnya.

Peran tersebut, tambah Prof Brian, akan dilibatkan dalam satu tim multidisiplin yang berada dalam arahan dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan kajian-kajian serta penelitian-penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik, ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi – sehingga mereka akan memberikan hasil kajian seobjektif mungkin, mantap Prof Brian.

Dari pesan Mendiktisaintek ini, juga isu yang berkembang dengan salah satu sebab bencana hidrometeorologi yang menerjang Sumatera 26 Nov 2025 lalu dan dampaknya sangat dahsyat melebihi tsunami itu, adalah pengelolaan hutan dan lingkungan hidup yang salah.

Dan ini membuka peluang besar peran kampus yang memiliki SDM dengan berbagai kepakaran yang mumpuni, untuk dapat terlibat dalam proses kajian, penelitian, dan audit lingkungan telah memiliki dasar hukum yang kuat. Dengan demikian, para pakar yang terlibat memperoleh perlindungan hukum dalam menjalankan tugas ilmiahnya.

Universitas Almuslim, sebagai salah satu perguruan tinggi dengan multidisplin dan juga memiliki program studi Kehutanan dan Teknik Lingkungan serta prodi pengelolaan SDA & Lingkungan, tentu sangat akrab dengan yang namanya bencana hidrometeorologi.

Karena, sampai saat ini, pengelolaan Hutan di negeri rentan bencana seperti Indonesia, masih amburadul ditambah lagi permasalahan-permasalahan lingkungan hidup yang salih berganti jadi perbincangan publik. Sementara keduanya kita memiliki kementerian dan departemen serta dinas setiap provinsi dan kabupaten/kota.

Menteri Lingkungan Hidup mengakui, bencana yang terjadi dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni aktivitas antropogenik berupa perubahan tutupan hutan menjadi nonhutan, kondisi geomorfologi wilayah yang masih muda dan labil, serta dampak perubahan iklim yang ditandai dengan curah hujan ekstrem akibat siklon tropis.

Sehingga sinergisitas kedua kementerian yakni Kemdiktisaintek yang memiliki SDM ahli dan teknologi disatu sisi, dan KLH dengan setumpuk data GIS, program dan anggaran, serta ilmuan dan inovator dari PT – memungkinkan berkolaborasi merumuskan strategi paten yang meminimalisir adanya kerusakan dan korban dengan saling bergantinya bencana alam.

Kolaborasi antara kedua kementerian didukung peran PT, kita berharap, memperkuat ketahanan lingkungan dan tata kelola wilayah berbasis ilmu pengetahuan, sekaligus menjadi fondasi kebijakan penanganan bencana yang lebih berkelanjutan di masa mendatang. Sebagaimana visi yang selalu dipertahankan warga akademik di kampus-kampus yakni program “Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)”.

Sebagai ilustrasi, warga kampus Universitas Teuku Umar (UTU), hadir membawa perubahan melalui program hibah Bina Desa, dengan fokus pada dua hal, yaitu pengelolaan sampah berbasis teknologi dan penguatan tata kelola pariwisata desa. Hal ini menjadi model konkrit upaya PT dalam kepedulian lingkungan hidup dan penghidupan rakyat. Karena masalah klasik di daerah wisata pesisir adalah tumpukan sampah plastik dan organik.

Kita lalu, berharap dengan niat baik kedua kementerian ini yang setuju mengambil tiga langkah utama penanganan. Dimulai dengan pelaksanaan rapid assessment untuk memberikan rekomendasi lokasi rehabilitasi permukiman dan lahan pertanian berbasis kajian ilmiah. Tahap berikutnya, evaluasi kesesuaian pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terhadap tata ruang wilayah. Dan terakhir, evaluasi persetujuan lingkungan melalui audit lingkungan terhadap kegiatan usaha, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

Informasi dari kementeri KLH, audit lingkungan saat ini telah berjalan di sejumlah wilayah, seperti Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara dengan melibatkan lebih dari 100 unit usaha. Hasil audit tersebut akan menjadi dasar penetapan sanksi, baik berupa sanksi administrasi paksaan pemerintah, gugatan perdata, maupun pendekatan pidana apabila ditemukan pelanggaran yang menimbulkan dampak serius hingga korban jiwa.

Karena Menteri KLH berjanji, bahwa penanganan tidak semata didasarkan pada status perizinan, melainkan pada dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Meskipun berizin, namun dampaknya ternyata merusak dan menimbulkan korban jiwa, maka tetap akan kami tindak sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Menteri Hanif.

By Redaksi